Viral di medsos, oknum TNI jadi beking BBM ilegal di Tanjung Pering, warga beri tanggapan

Sumsel_ AliansiNews.id.
Menyusul mencuatnya pernyataan publik terkait pemberitaan dugaan keterlibatan oknum TNI, serta adanya dugaan jadi beking ( Satpam) di salah gudang BBM milik sdr DN di wilayah Kabupaten Ogan ilir, menuai tanggapan beragam dari kalangan masyarakat atas dugaan tersebut
Pernyataan yang menilai penyebutan nama anggota TNI tanpa bukti kuat dapat mencoreng institusi dianggap kontraproduktif terhadap upaya transparansi dan pengungkapan kebenaran. Media dan aktivis menegaskan bahwa yang sedang diperjuangkan bukan pembentukan opini tanpa dasar, melainkan kejelasan hukum dan keadilan.
Aktivis yang juga penggiat sosial menyayangkan adanya tampilan foto yang real dalam tayangan berita tersebut, menurutnya, dalam menjalankan tugasnya memang “Tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas dan eksplisit mengenai larangan mengambil gambar, merekam video, merekam suara di dalam kantor pemerintahan dan fasilitas umum sepanjang dilakukan untuk tugas jurnalistik, tetapi harus dengan cara-cara profesional dan bertujuan memberikan informasi yang berimbang, Ujarnya. Kamis (17/4/2025)
Lebih lanjut ia menguraikan, foto tidak luput dari hal-hal yang bisa dipertanyakan secara etis. Persoalan tersulit adalah menentukan porsi yang tepat antara boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantas. Seperti halnya tulisan, foto pun bisa menimbulkan efek traumatik, kengerian, bahkan konflik, terlebih
dalam berita tersebut adalah seorang Tni menjalankan tugas intelejennya terkait maraknya penjualan BBM ilegal di wilayah hukum Polres Ogan Ilir yang diduga di bekingi oleh oknum anggota Tni, terangnya
Advertisement
Lanjutnya, dari ranah formal jurnalistik, sangat jelas sebagaimana terdapat dalam Kode Etik Wartawan Indonesia pasal 4: “Wartawan Indonesia tidak menyiarkan infromasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila”.
Foto-foto yang mengandung unsur sadisme dan kekerasan hendaknya tidak kita upload ke ranah publik apalagi media sosial, kalaupun ditampilkan, maka foto tersebut harus disamarkan dan lebih mengedepankan empati, serta pelayanan hak jawab dan hak koreksi terkait produk berita tersebut," tandasnya (Tri Sutrisno)


