Masyarakat Desa Sri Mulya F2, Kab. Kapuas - Kalteng, Berharap Aliansi Indonesia Terus Dampingi Mereka

Jakarta -- Masyarakat Desa Sri Mulya, eks Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) F2, di Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, sangat berharap Lembaga Aliansi Indonesia terus mendampingi perjuangan mereka.
Hal itu disampaikan oleh Ahmad Effendi selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sri Mulya mewakili masyarakatnya, di Rumah Rakyat AI, Pinang Ranti, Jakarta Timur, usai menghadap Kepala Staf Gabungan (Kasgab) Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), H. M. Gunther Gemparalam, SE, MA, Jumat (17/Nov/2017).
Menurut Ahmad, permasalahan di desanya berawal dari tahun 2008 di Desa Sri Mulya, eks UPT F2, saa PT.Globalindo Agung Lestari mengumpulkan masyarakat untuk pengolahan kelapa sawit di tanah milik warga Desa Sri Mulya, eks UPT F2.
"Kami tahun 1998 direkrut pemerintah Jawa Barat melalui Dinas Trasmigrasi untuk ditempatkan di Desa Sri Mulya (transmigrasi lahan pertanian). Setelah Presiden Soeharto lengser, program PLG terombang ambing, masyarakat mulai gelisah dan mengeluh, bahkan sebagian besar masyarakat meninggalkan wilayah transmigrasi mencari nafkah. Pada tahun 2003 Kepala Desa Sri Mulya (Muzakkir) berinisiatif membagikan lahan Restan (sisa tanah pemukiman/lahan) Transmigrasi untuk masyarakat lokal berdasarkan Surat Edaran dari Dinas Transmigrasi, maka pada tahun 2004 resmilah Kepala Desa membuat Surat Keterangan Tanah (SKT) untuk dibagikan kepada pecahan KK dan masyarakat lokal sekitar, agar digunakan untuk lahan pertanian supaya tidak menjadi lahan tidur," papar Ahmad.
Lebih lanjut Ahmad Effendi menjelaskan, PT Global Indo Lestari yang bergerak dalam bidang perkebunan Kelapa Sawit mulai masuk ke Desa Sri Mulya F2 pada tahun 2008. Setelah diadakan rapat antar desa, tahun 2010 PT Global mulai menanami tanah-tanah yang bersertifikat (SHM) dan Surat Keterangan Tanah (SKT) dengan ketentuan 70% untuk perusahaan dan 30% untuk masyarakat,
Advertisement
"Namun sampai saat ini tidak pernah sedikitpun kebagian akan hasil dari tanah kami apalagi yang disepakati 30% untuk masyarakat tersebut belum ada kami memperolehnya, yang ada hanya dana talangan sebesar Rp. 200.000 / saham dan itupun dalam bentuk hutang," ungkap Ahmad.
Ahmad juga menjelaskan PT Global masih beraktivitas di tanah kami dengan alasan lahan kami telah terjual, sehingga sering terjadi kericuhan dengan masyarakat, sampai sampai jasa preman pun digunakan untuk Menakut-nakuti masyarakat petani.
Setelah sekian panjang kisruh Ahmad Effendi menjelaskan, masyarakati tidak menyerah, apalagi setelah mengenal adanya Lembaga Aliansi Indonesia yang mengirim tim untuk terjun langsung ke lokasi untuk membantu masyarakat yang selama bertahun-tahun haknya dirampok (istilah Ahmad, red) oleh PT. Globalindo Agung Lestari.
"Kami berterima kasih sekali kepada lembaga ini, karena hasil panen sawit kami yang sangat banyak tidak secuil pun kami nikmati, bayangkan saja dalam 2 hektar memiliki hasil 3 ton per bulan. Ada 167 SKT yang disepakati, kalikan saja masing-masing 2 hektar dengan hasil 3 ton per bulan, begitu banyak hasil ditanah kami yang dirampok PT Global, kami salut akan aksi nyata Lembaga Aliansi Indonesia yang membela hak-hak rakyat, kami merasa lega dan beban kami, Alhamdulillah, sudah tidak berat lagi menanggung akibat tipuan PT Global, Lembaga Aliansi Indonesia memberikan solusi yang begitu berarti bagi masyarakat kami, terimakasih Lembaga Aliansi Indonesia," ujar Ahmad Efendi dengan penuh haru. [Megy]
Beredar Video Syur Mirip Lisa Mariana dengan Seorang Pria. Siapa Priia Itu?
Seorang Wartawan Online Ditemukan Tewas di Hotel dengan Lebam di Tubuhnya
Tinjau Rest Area KM 456, Kapolri Instruksikan Jajaran Maksimal Beri Pelayanan dan Atur Lalin..
Kenapa Orang Cerdas Temannya Sedikit?
Cara Keji Oknum TNI AL Bunuh Jurnalis Juwita: Piting dan Cekik hingga Tewas



