"Curhatan" KPK: Jika tangkap jaksa, Kejagung tutup pintu koordinasi, polisi sama

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa koordinasi dan supervisi antara lembaga antirasuah itu dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung RI tidak berjalan dengan baik.
Menurutnya ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi.
Terlebih lagi, menurutnya koordinasi cenderung tertutup jika KPK menindak adanya oknum di lembaga-lembaga itu yang terjerat korupsi.
Kata Marwata, jika ada jaksa yang ditangkap oleh KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung) pasti akan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Polri pun akan melakukan hal yang sama seperti Kejagung.
"Ini persoalan ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan, saya khawatir dengan mekanisme seperti ini, saya terus terang tidak yakin memberantas korupsi," kata Alexander saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Advertisement
Dia mengatakan bahwa penindakan korupsi di Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya yang lebih sukses, khususnya jika dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong.
Kedua negara tersebut, menurutnya menjadi lembaga satu-satunya yang menangani tindak pidana korupsi.
"Sedangkan kalau di KPK (Indonesia), ada tiga lembaga, KPK, Polri, Kejaksaan, memang di dalam UU KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi," kata dia.
Untuk menangani hal itu, dia mengatakan KPK pada beberapa waktu lalu telah berkomunikasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto untuk mencermati masalah tersebut.



