Advertisement

Terdakwa Bismi (Korban Penganiayaan) Dituntut JPU 10 Bulan Penjara, Sementara Bukti Visum Punya Korban Sendiri

Terdakwa Bismi (Korban Penganiayaan) Dituntut JPU 10 Bulan Penjara, Sementara Bukti Visum Punya Korban Sendiri
 
Advertisement
OKU TIMUR
Selasa, 23 Feb 2021  21:09

Ada Kejanggalan Tuntutan JPU, BPAN AI Sumsel Laporkan Dugaan Pelanggaran Ke Jamwas dan Komisi Kejaksaan

PALEMBANG, Media AI – DPD BPAN Lembaga Aliansi Indonesia Sumatera Selatan melihat ada kejanggalan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Bismi Bin Sateli, Bismi seorang nelayan menjadi korban penganiayaan tersangka Mei Priansyah Bin Karnedi, juga dijadikan tersangka yang dituntut JPU hukuman 10 bulan penjara.

Advertisement

Pasalnya, korban Bismi memperkarakan bahwa dirinya telah dianiaya oleh tersangka Mei Priansyah Bin Karnedi. Kini malah berbalik melaporkan korban, dan korban Bismi pun jadi tersangka dan sempat ditahan selama 9 hari, namun dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syarif Sulaiman, SH menuntut terdakwa Bismi yang merupakan korban penganiayaan dengan hukuman 10 bulan penjara. Anehnya lagi salah satu Bukti Visum yang ditampilkan dalam tuntutan Bismi, malah visum Bismi sendiri, pertanyaannya kemana bukti visum dari pelaku Mei Priansyah Bin Karnedi.

Menurut Ketua DPD BPAN Aliansi Indonesia Sumsel Syamsudin Djoesman akan menindak lanjuti kasus ini dengan melaporkan oknum jaksa tersebut ke beberapa pihak terkait seperti salah satunya yakni melaporkan kasus ini ke ke Komisi Kejaksaan RI, Nomor Laporan R/351/kla/DPD Sumsel/BPAN-AI/II/21 atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik Kejaksaan, Penyalagunaan Jabatan dan Wewenang, Senin (22/2/21).

Sebelumnya Syamsudin mengamati kasus ini banyak dugaan kejanggalan, perkara ini lucu dan antik, korban bisa jadi tersangka dan antiknya lagi berdasarkan fakta fakta dalam persidangan, saksi dan bukti menyatakan bahwa saudara Bismi benar adalah korban penganiayaan Mei Priansyah. Pernyataan dari Dokter Ahli, membenarkan bahwa bukti visum dari terdakwa Mei Priansyah tanggal dan waktu kejadian berbeda.

“Saksi kunci dari pak Heri Polisi mengatakan bahwa saudara Bismi tidak ada memukul dan sebagainya. Itu jelas, ini rekayasanya kelihatan, dalam hal ini kita percaya Majelis Hakim yang menyidangkan bisa memutuskan yang seadil-adilnya sesuai dengan fakta persidangan,”ungkapnya.

“Kita dari Lembaga Aliansi menyikapi perkara ini, kita kawal dan segera melaporkan Jaksa JPU tersebut ada kesalahan, saya akan melaporkan ke Kejaksaan Agung melalui Jamwas, bahkan ke Komisi Kejaksaan itu sendiri melalui lembaga kita dan juga kepada Ketua Umum Pusat LetJend H Djoni Lubis. Selain itu kita juga akan masukkan ke Media agar masyarakat tahu apa yang terjadi sebenarnya. Sesuai dengan motto Lembaga Aliansi menegakkan kebenaran dan keadilan, karena kita benar dan harus adil,” pungkas Syamsudin Djoesman di kantornya seraya menjelaskan bahwa Terdakwa (korban)Bismi adalah Anggota Keluarga Besar Aliansi Indonesia.

“Yang anehnya lagi dakwaan itu tidak ditandatangani oleh Jaksa Syarif, sampai sekarang dakwaan itu saya tidak terima dan juga pengacara saya, ketika diperlihatkan oleh JPU Syarif, ketika saya foto dia marah, tidak boleh difoto katanya, saya bilang mana pegangan saya,”kenangnya.

Menurut Bismi, ada kejanggalan Surat Tuntutan, dimana saksi-saksi sudah membenarkan keterangan dirinya, tidak ada saksi-saksi mengatakan Bismi yang memukul, ada juga saksi perempuan 4 orang mengatakan tangkisan Bismi mengenai bahu Mei Pri sebelah kiri.

“Memang ada saya menangkis pukulan-pukulan tersangka seperti keterangan saksi Heri Amadi (polisi,red), kalau saya kena pukul tentu ada,”terang Bismi.

Advertisement

“Mulai dari dalam mobil saya dipukul sampai keluar mobil. Makanya luka semua saya, nah tentang kejanggalan di tuntutan ini, kok bukti visum saya yang dilampirkan ke surat Tuntutan dari Jaksa untuk saya, kan lucu namanya, sementara bukti visum dari tersangka tidak ditampilkan ke Surat Tuntutan untuk saya,” ungkapnya.

Lanjut Bismi, yang pastinya visum Meipri itu batal karena visum tanggal 16 September 2020, sedangkan keterangan dari Saksi Ahli mengatakan harus visum itu 2 sampai 3 hari kejadian, berarti visum dia tidak berlaku.

“Saya tidak menerima di tuntut 10 bulan penjara oleh JPU, sementara penuntut saya Jaksa Syarif Sulaiman belum pernah hadir disidang, 8 kali sidang belum pernah hadir,” tegas Bismi.

“Waktu tuntutan saja dibacakan Jaksa Arif sedang Jaksa Arif Jaksa Penuntut pelaku penganiayaan saya (Meipri). Yang saya pertanyakan kenapa bisa Jaksa Arif yang membacakan sedangkan menurut saya kalau Jaksa yang pegang berkas saya, berarti Jaksa Arif mendukung saya. Kenapa harus menuntut Mepriansyah hanya hukuman 10 bulan penjara sedangkan didalam Undang-Undang KUHP Pasal 351 Ayat 1 menuntut hukuman 2 tahun dan 7 bulan penjara, sudah itu bisa menuntut saya 10 bulan. Dan Setelah sidang agenda pledoi, waktu itu jaksa Arif tidak mau jawab dan mau pulang pada hari Jum’at, dia bilang mau Khotbah dimasjid. saat itu jaksa Arif datang kerumah mau minta ikan Kakap pada saya,”bebernya.

Untuk diketahui dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arief Budiman SH, menilai terdakwa Mei Priansyah Bin Karnedi terbukti bersalah melakukan penganiayaan terhadap korban Bismi perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Dan menuntut terdakwa Mei Priansyah dengan hukuman 10 bulan penjara, hal ini terungkap di persidangan Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Palembang. Kamis (04/02/21) dibacakan JPU secara virtual dihadapan Majelis Hakim diketuai Efrata Happy Tarigan SH MH.

Secara terpisah korban Bismi Bin Sateli yang juga ditetapkan jadi tersangka oleh laporan tersangka Mei Priansyah ke penyidik diajukan ke persidangan dan tuntutan JPU Syarif Sulaiman, persidangan diketuai Majelis Hakim Efrata Happy Tarigan, S.H., M.H. dengan hukuman 10 bulan penjara.

Advertisement

(KBA)

TAG:
#
Berita Terkait
Rekomendasi
Selengkapnya
Formasi Indonesia Satu
Aliansi Indonesia