PDN diretas disebut kebodohan, karena ketiadaan budaya malu, Menkominfo dan Kepala BSSN diyakini tak mau mundur

Staf Ahli Lembaga Aliansi Indonesia, Muhammad Safei, meyakini Menkominfo dan Kepala BSSN tidak akan mau mundur pasca diretasnya Pusat Data Nasional (PDN) Sementara
"Mana ada? ya nggak mungkin mau mundur. Memang ada budaya malu di kalangan pejabat dan politikus negeri konoha? Nggak ada," ujarnya sambil tertawa, Jumat (28/6/2024), saat dimintai pendapat terkait kuatnya desakan terhadap Budi Arie untuk mundur.
Advertisement
Budaya malu pejabat itu, menurutnya, baru ada di negara-negara maju. Sehingga pejabat mundur jika terjadi insiden memalukan seperti diretasnya PDN Sementara itu hanya ada di negara maju.
"Kalau di Jepang bukan cuman mundur, malah bisa harakiri (bunuh diri) tuh menterinya. Di negeri konoha ini mana ada budaya kayak gitu?" imbuhnya masih sambil tertawa.
"Lihat saja itu pejabat ditangkap KPK masih bisa dadah-dadah sambil cengar-cengir. Lihat saja itu di acara-acara talk-show televisi, banyak politikus atau pejabat omong asal njeplak tanpa rasa malu, malah bangga lagi, yang penting masuk tivi," lanjutnya lagi masih sambil tertawa.
Dia menyimpulkan, Menkominfo dan Kepala BSSN sebagai pejabat yang bertanggung jawab tidak akan mau mundur, meski insiden diretasnya PDN itu dia sebut skandal yang sangat memalukan negara.
"Saya setuju dengan Meutya Hafid dari Komisi I DPR itu, insiden PDN itu bukan masalah tata kelola, tapi kebodohan. Backup (cadangan) dan keamanan itu hal yang sangat mendasar dalam sistem digital. Ya itu artinya kebodohan yang teramat sangat, pejabat yang bersangkutan tidak kompeten. Tinggal Presiden mau mencopot atau nggak, kalau ngarepin mundur, nggak akan deh," tegasnya.
Diketahui, desakan mundur terhadap Budi Arie menguat setelah sejumlah fakta terungkap dalam insiden lumpuhnya PDN Sementara akibat serangan ransomware.
Fakta mencengangkan yang pertama adalah hanya digunakannya Windows Defender yang notabene software antivirus / keamananan gratisan (bawaan) dari Windows.
Fakta kedua adalah ketiadaan backup yang terungkap dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR, Kementerian Kominfo, dan BSSN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/024).
Dalam rapat itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengakui tak memiliki backup atau cadangan data. Sehingga, data-data yang riskan hilang tidak bisa dikembalikan, yang bisa membuat negara mengalami kerugian besar.
Advertisement
Dalam rapat kerja itu, Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian mulanya menyebut mereka memiliki masalah dalam tata kelola.
Tapi, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid yang mendengar pernyataan tersebut merasa bahwa itu merupakan suatu kebodohan.
Menurutnya, Kementerian Kominfo dan BSSN harusnya sudah menyadari akan serangan-serangan siber dan memiliki cadangan data agar tidak terjadi hal yang tak diharapkan.
"Kalau enggak ada back up, itu bukan tata kelola sih, Pak, kalau alasannya ini kan kita enggak hitung Surabaya, Batam backup kan, karena cuma 2 persen, berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih, pak," ujar Meutya.



