Ngemplang hutang Milyaran Rupiah, Aset PT. Gemareksa dan PT. SHS terancam disita eksekusi

Gugatan suplier buah tandan segar (TBS) sawit asal Kecamatan Menthobi dan Sematu Jaya, Kabupaten Lamandau, terhadap PT. Gemareksa dan PT Satria Hupasarana (SHS) dan tiga tergugat lainnya telah memasuki babak akhir.
Keputusan yang mewajibkan para tergugat untuk membayar kerugian sebesar Rp19 miliar lebih, yang terdiri dari kerugian materil dan immateril, telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) setelah kasasi para tergugat dengan nomor 705K/PDT/2024 ditolak oleh Mahkamah Agung RI (MA) pada tanggal 25 Maret 2024.
Advertisement
"Setelah berkekuatan hukum tetap, pihak tergugat sudah tidak bisa mengelak lagi, mereka wajib membayar sesuai keputusan pengadilan," ungkap kuasa hukum penggugat, Wilhelmus Soumeru.
Namun karena pihak tergugat belum juga menunjukkan itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya, kata Wilhelmus, pihaknya mengajukan aanmaning di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun.
"Aanmaning itu teguran atau peringatan agar pihak tergugat melaksanakan putusan yang sudah inkrah secara sukarela, ataukah memilih disita eksekusi dan dilelang secara paksa," jelasnya.
Sidang aanmaning dijadwalkan pada Kamis, 25 Juli 2024, namun dari lima tergugat, hanya hadir satu tergugat. Sehingga, PN Pangkalan Bun memutuskan untuk menundanya dan dilaksanakan pada 15 Agustus 2024.
"Aanmaning ditunda sampai dengan tanggal 15 Agustus 2024. Apabila tidak punya itikad baik, berarti kami akan lanjut proses sita dan eksekusi. Karena kasus ini sudah berjalan selama 6 tahun, sudah lama sekali," ujarnya.
Wilhelmus Soumeru menambahkan, selama prosesnya sejak masih di tingkat PN, pihak penggugat sudah membuka diri penyelesaian secara damai. Namun, hingga kasus ini telah berkekuatan hukum tetap bahkan hingga aanmaning pertama, para tergugat tidak pernah menunjukkan itikad baik.
"Kewajiban aanmaning sebelum eksekusi itu sebenarnya hanya satu kali. Jika lebih dari satu kali itu sebenarnya kebijakan untuk memberi kelonggaran. Nah, aanmaning tanggal 15 Agustus mendatang adalah kelonggaran yang terakhir, setelah itu tidak ada kelonggaran lagi, lanjut eksekusi," paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan suplier sekaligus penggugat, Herlangga Triatmaja Hadiwijaya, menceritakan kronologis perkara tersebut. Ia menjelaskan bahwa ada tujuh suplier yang memasok TBS ke dua perusahaan, yaitu PT Gemareksa Mekarsari dan PT Satria Hupasarana (SHS) pada tahun 2018.
Namun, sejak Mei 2018, pihak perusahaan tersebut tidak membayar uang tanggungan sebesar 9,4 miliar rupiah kepada tujuh suplier. Hingga akhirnya, kasus tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri pada tahun 2019, dengan putusan akhir sebesar 9,4 miliar rupiah untuk kerugian materil dan 10 miliar rupiah untuk kerugian immateril.
Advertisement
"Prosesnya sudah sampai tahap kasasi, yang keluar sejak Mei 2024 dan sudah disampaikan ke PN Pangkalan Bun. Jadi, ada pabrik sawit yang dituntut untuk dieksekusi, yaitu PKS Gemareksa dan PT SHS," tutur Herlangga.
Menanggapi penundaan Aanmaning hari ini, Herlangga dan para penggugat lainnya dari Kecamatan Sematu Jaya dan Menthobi merasa bahwa tidak ada itikad baik dari para tergugat.
"Mereka sepertinya sengaja mengulur waktu. Karena sejak awal, dari lima pihak tergugat, tergugat satu dan dua tidak pernah hadir, yang hadir hanya pihak ketiga, keempat, dan kelima. Bahkan hari ini, yang hadir hanya pihak kelima saja," pungkas Herlangga.



