Kasus Suap Seleksi Perdes Jebloskan 8 Kades di Demak, Jual Beli Jabatan Sampai Tingkat Kini Tuai Sorotan KPK

SEMARANG – Delapan kepala desa di Kabupaten Demak, Jawa Tengah (Jateng) divonis hukuman 2 tahun penjara karena terbukti menyuap dosen UIN Walisongo Semarang dalam seleksi perangkat desa.
Kemudian selain hukuman 2 tahun penjara, delapan kades dari Kecamatan Gajah tersebut juga terkena denda Rp 50 juta subsider sebulan kurungan. Delapan kades tersebut juga terbukti menyetor uang hasil pungutan dari peserta seleksi kepada pihak ketiga (dosen UIN Walisongo Semarang).
Advertisement
"Delapan kades telah melanggar hukum dan tidak ditemukan alasan pemaaf sehingga layak dijatuhi hukuman. Pidana penjara terhadap para terdakwa masing-masing selama 2 tahun dan denda Rp50 juta,” kata Hakim Arkanu saat sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (11/4/2023).
Majelis hakim menyimpulkan jika delapan terdakwa terlibat aktif menjanjikan lulus dan memungut uang seleksi perangkat desa..
Adapun Delapan kades tersebut terbukti bersalah sesuai dakwaan pertama Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Baca juga:
- Kantor Bupati Karanganyar di Geruduk Warga, Kisruh Soal BUMDes Berjo Minta di Usut Sampai Tuntas
Seperti diketahui, delapan kades tersebut yaitu Kades Gedangalas Turmuji, Kades Jatisono Purnomo, Kades Tanjunganyar Alaudin. Selain itu juga ada Kades Sambung Siswahyudi, Kades Tambirejo Agus Suryanto, Kades Mlatiharjo Moh Junaedi, Kades Banjarsari Haryadi, Kades Medini Mohamad Rois.
"Terbukti para kades telah bersekongkol dengan dua perantara suap untuk mengakali proses seleksi dengan dosen UIN Walisongo Semarang. Total Rp 2,7 miliar uang yang diberikan para kades dari peserta seleksi," imbuhnya.
Sementara itu, di hadapan gubernur dan DPRD dari berbagai daerah dalam pertemuan hal ini juga sempat disinggung oleh KPK. Ketua Firli mengungkapkan, uang jual beli jabatan kepala desa tersebut harus dibayar sebelum SK itu ditandatangani oleh bupati.
Menyinggung soal praktik jual beli jabatan oleh bupati yang mematok tarif Rp 25 juta untuk menandatangani surat keputusan (SK) pengangkatan penjabat kepala desa. Ada pula kepala desa yang melakukan jual beli jabatan perangkat desa dengan nominal lebih fantastis.
Para Kades ini berhasil mengumpulkan uang senilai Rp2,7 miliar dari 16 calon peserta yang akan mengikuti tes jabatan Kepala Dusun (Kadus), Kepala Urusan (Kaur) dan Sekretaris Desa (Sekdes). Untuk jabatan Kadus dan Kaur, dipatok harga senilai Rp150 juta per orang, sedangkan untuk jabatan Sekdes dipatok harga Rp250 juta per orang.
“Sampai penjabat kepala desa pun ada nilainya. Penjabat kepala desa, Pak, sebelum ditandatangani surat keputusan pengangkatan penjabat kepala desa, nilainya Rp 25 juta,” kata Firli di YouTube resmi KPK dan dilansir sejumlah media.
Advertisement
Di sisi lain, kepala desa juga melakukan jual beli jabatan di bawahnya atau perangkat desa. Lihat saja, sebanyak delapan kepala desa di Kecamatan Gajah dan Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dibekuk polisi usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan praktik suap jual beli jabatan aparat perangkat desa di tahun 2021.
Kedelapan kades itu mencari orang untuk menjadi peserta tes penerimaan perangkat desa. Semuanya terkumpul ada 16 orang yang berminat dan memberikan uang dengan jumlah total Rp2,7 M.
Terkait jabatan kades, meski hanya Rp 25 juta, kata Firli, jumlah SK pengangkatan penjabat kepala desa mencapai 364 desa. Penerbitan SK setiap desa tersebut juga dipisah.
“Tapi bapak bayangkan, kalau satu kabupaten desanya lebih dari 364 desa,” ujar dia.
Tidak hanya SK pengangkatan penjabat kepala desa, bupati diduga memungut tarif sewa tanah aset desa atau bengkok sebesar Rp5 juta per hektar.
“Kalau desa itu memiliki 10 hektar, maka penggarap harus menyewa kepada kepala desa Rp50 juta,” tutur Firli. *(Rus/Bmb)
Advertisement


