“Cipta Kondisi” dan Kriminalisasi Pers, Lampu Kuning Bagi Demokrasi dan Langgengnya Kejahatan Berjamaah

Oleh Muhammad Syafei (Pemred Media Aliansi Indonesia/Wakil Ketua Umum Lembaga Aiansi Indonesia)
Saat menonton video-video Wilson Lalengke yang menyebabkan dia ditangkap, yang viral di berbagai platform media sosial (medsos), kesan pertama Wilson arogan. Apalagi dengan dibumbui narasi-narasi yang sedemikian rupa, Wilson Lalengke bukan hanya terkesan arogan tapi juga bersalah.
Advertisement
Perang opini publik sudah dimulai, dan Wilson boleh dibilang berada di pihak yang kalah, setidaknya sampai babak 1 dan 2.
Saya meski tidak kenal dekat, tapi pernah bertemu dan ngobrol panjang lebar dengan Wilson tentang berbagai hal. Salah satunya, saat itu dia cerita baru saja membantu seorang istri perwira polisi di Polda Sulut yang dikriminalisasi.
Kesan saya, Wilson orangnya ceplas-ceplos dan bicaranya ‘to the point’, tidak pakai muter-muter ataupun bertele-tele.
Di video-video yang viral itu saya hampir tidak mengenal Wilson karena dia pakai masker, namun dari suara dan nada bicaranya yang tegas dan ceplas-ceplos saya merasa akrab dengan suara itu. Lalu saya nanya ke Mbah Gugel, ada apa dengan Wilson Lalengke dan PPWI?
Dan seperti semua orang sudah tahu, Wilson Lalengke ditangkap.
Saat itu saya memilih diam, belum mengambil sikap, karena berita yang beredar dan narasi-narasi yang dibangun mayoritas menyudutkan Wilson Lalengke.
Lalu saya coba mencari berita dan narasi yang berbeda, sama kayak orang yang periksa ke dokter kadang perlu periksa ke dokter lain lagi untuk mendapatkan ‘second opinion’.
Dan yang menarik bagi saya, Wilson ternyata sedang membela anggotanya Muhammad Indra yang merupakan Pemimpin Redaksi ResolusiTV.com.
Advertisement
Berikutnya tentu saja saya mencari tahu kenapa Muhammad Indra ditangkap, dan kenapa seorang Wilson Lalengke sampai turun langsung untuk membela anggotanya itu?
Yak, saya faham. Kuat dugaan Muhammad Indra, berdasarkan kronologis dari berbagai sumber, dikriminalisasi.
TKP-nya Lampung Timur. Pikiran saya langsung tertuju apa yang menimpa wartawan Media Aliansi Indonesia belum lama ini, bukan di Lampung Timur tapi Lampung Selatan.
- Baca juga:
- H. Djoni Lubis: Ibadah Qurban Implementasi Solidaritas Sosial untuk Mendekatkan Diri Kepada Tuhan
Ceritanya, kami memberitakan salah satu dugaan penyimpangan yang terjadi di Lampung Selatan. Wartawan kami banyak menerima telpun bahkan didatangi, bukan oleh pihak yang diberitakan, tapi oleh pihak-pihak lain.
Pihak-pihak lain itu ada oknum yang mengaku dari organisasi wartawan, ada oknum yang mengaku Babinsa, ada oknum yang mengaku dari kepolisian, bahkan ada oknum yang mengaku anak buah salah satu preman top.
Wartawan kami bersikukuh dan menjelaskan bahwa terkait pemberitaan di media kami, pihak yang merasa keberatan akan kami berikan hak jawab, sesuai kaidah “cover both side”. Namun hak jawab itu tidak pernah digunakan, justru memilih melakukan (yang kami anggap sebagai) intimidasi terhadap wartawan kami.
Advertisement
Lalu apa kepentingan pihak-pihak lain itu? Tentu mudah untuk menduga-duga, bahwa pemberitaan kami melalui temuan wartawan kami sudah dianggap merusak kemapanan di wilayah itu, kemapanan yang diwujudkan melalui sebuah “Cipta Kondisi”.
Sebelum melanjutkan, saya perlu jelaskan sedikit bahwa saya tidak boleh lupa menambahkan kata “dugaan” atau yang sejenisnya dan kata “oknum”.
Jika saya lupa mencantumkan kata “oknum”, dengan sangat mudahnya saya dijerat dengan pasal ujaran kebencian, penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap institusi maupun organisasi. Bahwa oknum-oknum itu merata dan sangat banyak jumlahnya, ya gampang, tinggal kita sebut saja “jamaah oknumiyah”.
- Baca juga:
- H. Djoni Lubis: Ibadah Qurban Implementasi Solidaritas Sosial untuk Mendekatkan Diri Kepada Tuhan
Ok, saya lanjutkan tentang “cipkon”, “Cipta Kondisi” itu.
Yang namanya cipkon, ya berarti semua pihak sudah dikondisikan. Baik oknum aparat penegak hukumnya, oknum di pemerintahan, oknum di legislative, oknum dari LSM dan ormas, oknum –apa yang disebut- tokoh masyarakat, bahkan sampai oknum-oknum wartawannya.
Lalu ketika ada wartawan yang “mbalelo” dengan pemberitaan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka dia dianggap merusak “konstelasi”, merusak kemapanan, dan selanjutnya akan dianggap sebagai musuh besama, musuhnya “jamaah oknumiyah” itu tadi.
Lantas, apakah Muhammad Indra juga dianggap wartawan yang mbalelo dan merusak konstelasi itu tadi? Saya belum bisa memastikan, bisa iya bisa juga tidak.
Yang jelas, jika salah seorang atau pihak, dalam hal ini wartawan, sudah dianggap musuh oleh “jamaah oknumiyah” itu ya berikutnya dia akan dijadikan target, bisa bermacam-macam target termasuk target untuk dikriminaliasai.
Saya berulangkali menyampaikan kepada wartawan-wartawan kami, bahwa merata hampir di seluruh pelosok tanah air bahwa kejahatan itu dilakukan secara berjamaah, oleh “jamaah oknumiyah” itu. Dan media melalui wartawan-wartawannya lah yang bisa mendobrak kejahatan berjamaah itu.
Sebagaimana layaknya sebuah “jamaah” tentu mereka akan berusaha saling melindungi dengan berbagai cara, yang oleh oknum aparat penegak hukum dan oknum pemerintahan biasanya melalui “abuse of power” (penyalahgunaan wewenang). Mereka, oknum-oknum itu yang punya wewenang, bisa sesuka hati mereka gunakan wewenang untuk melindungi sementara pihak dan di saat lain atau bersamaan menghantam lain pihak yang dianggap musuh.
Itulah kenapa banyak kejahatan dan “perampokan” yang dilakukan terang-terangan namun tetap berjalan dengan aman dan lancar. Oknum-oknum aparat penegak hukum pun seolah tutup mata. Seperti misalnya tambang ilegal, ilegal logging, limbah industri yang mencemarkan lingkungan, pengiriman TKI/TKW ilegal, dan lain-lain, dan seterusnya, dan sebagainya.
Lantas bagaimana jika oknum-oknum wartawan dan awak media sudah bergabung ke dalam “jamaah oknumiyah” itu? Ya itu lampu kuning bagi demokrasi, lonceng kematian pers sebagai pilar demokrasi ke-4 sudah berbunyi.
Kenapa? Karena jika sudah tergabung ke dalam “jamaah oknumiyah” itu, siapa lagi yang akan menyuarakan keadilan dan kebenaran, siapa yang akan mengabarkan sesuai fakta secara obyektif? Ya tidak tersisa lagi.
Jika itu terjadi, ya kita ucapkan selamat panjang umur kepada kejahatan berjamaah. Dan tak lupa kita ucapkan selamat kepada oknum-oknum wartawan itu karena sudah berjasa melanggengkan kejahatan berjamaah.


