Advertisement

Aliansi Indonesia Apresiasi Kinerja APS Mengelar FGD Izin Tentang Tambang Di Sumsel

Aliansi Indonesia Apresiasi Kinerja APS Mengelar FGD Izin Tentang Tambang Di Sumsel
 
Advertisement
SUMSEL
Senin, 28 Nov 2022  21:50

Jakarta – Serial FGD (Focus Group Discussion) bahas isu-isu faktual seputaran tambang dengan tema “Resolusi pertambangan tanpa izin” yang akan diselenggarakan oleh Aktivis peduli sumsel diapresiasi oleh Lembaga Aliansi Indonesia (LAI).

Hal itu dikatakan oleh Ketua Umum LAI Irawati Djoni Lubis melalui sekretaris jenderalnya T Bustaman di ruang kerjanya, Senin (28/11/2022). 

Advertisement

Bustaman mengukapkan keyakinannya bahwa dalan FGD nanti Diskusi informal yang dikemas dalam suasana lebih santai ini membahas isu-isu faktual. Sesuai tema, kita berharap nantinya diskusi  fokus pada masalah mineral dalam kaitannya dengan regulasi diantaranya kebijakan yang mewajibkan perusahaan tambang melakukan peningkatan nilai tambah melalui pemurnian komoditas tambang atau yang disebut smelter serta kepastian hukum izin tambang.

Bustaman juga menjelaskan  bahwa dimanapun di dunia ini yang namanya perusahaan tambang hanya memproduksi produk tambang, dan tidak ada kewajiban lain untuk menciptakan produk di luar bahan tambang, sehingga dengan demikian perusahaan tambang tersebut lebih fokus pada aktivitas penambangan dan terhindar dari beban-beban lain yang tidak perlu.

Namun, karena pemerintah malas mikir, kata Bustaman, maka dibuatlah regulasi yang mewajibkan perusahaan tambang itu untuk memghasilkan produk di luar bahan tambang.

“Itu namanya pemerintah malas mikir. Akibatnya, di Indonesia kita masih sibuk urus smelter, PKP2B, IUP, IUPK - seakan tak berujung. Tak hanya itu, tambang-tambang kecil dibebani kewajiban yang sama dengan tambang besar seperti Freeport, ini sangat-sangat tidak masuk akal,” kata Bustaman.

Oleh sebab itu, Bustaman meghimbau pemerintah agar lebih memperhatikan keberlangsungan tambang-tambang kecil. “Pada kesempatan ini saya minta pemerintah tidak  hanya bicara Freeport, Vale, Newmont dan perusahaan tambang yang gede-gede saja. Tapi, tolong pikirkan juga bagaimana dengan tambang-tambang kecil, seperti tambang di Lahat dan Muara enim itu misalnya,” katanya.

Menurutnya, melaksanakan smelter itu adalah kewajiban pemerintah, ini  mulai dari pengolahan sampai pemurnian itu didesain. Ia membandingkan perkembangan smelter di China yang dibangun pemerintah China. “Smelter di China itu dibangun sendiri oleh pemerintah. Sementara, perusahaan tambangan di Indonesia diwajibkan membangun smelter dan juga disuruh urus segalah bentuk izin-izinnya,” kata Bustaman..

Namun, terkait pelaksanaan smelter di Tanah Air, Bustaman memberikan alternative pilihan yang mungkin dapat dijalankan dengan baik, yakni melalui pembangunan smelter satu IUP satu smelter atau indepent smelter. 

Disamping itu, kata dia, pemerintah perlu membuat rencana induk yang berbasis push resources (jumlah sumberdaya dan cadangan yang ada) atau Pull Demand: berbasis proyeksi kebutuhan nasional dan pasar ekspor.

Selain itu Bustaman mengusulkan agar pengusahaan tambang diberi kemudahan akses dana investasi. Menurutnya, dengan kemudahan akses pendanaan tentu akandapat  mendorong perusahaan tambang melaksankan smelter.

Advertisement

“Pemerintah jangan hanya menyodorkan konsep saja. Tapi, bagaimana konsep dari pemerintah tersebut dapat diaplikasikan, ini tentu melalu proses. Menurut saya, konsep itu harus dikawal oleh pemrintah, kemudiann  dibicarakan atau diskusikan bersama-sama pelaku usaha. Kalau misalnya itu membutuhkan dana investasi, pemerintah juga harus memikirkan kemudahan-kemudahan mendapat akses dana investasi, ungkap Bustaman.

Menurutnya, pengusaha diberi kemudahan dalam mendapatkan dana investasi. Pengolahan dan Pemurnian, perlu dibentuk Lembaga keuangan yang memayungi melaksanskan UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara khususnya pasal 102 yaitu pemegang ijin IUP dan IUPK wajib melakukan Pengolahan dan Pemurnian, penugasan pembentukan lembaga keuangan tertuang dalam uu no 3 tahun 2014 tentang Perindusterian tertuang dalam pasal 48, Lembaga pembiayaan investasi pembangunan industri dibentuk oleh Pemerintah,” tegas Bustaman.

Ditambahkannya, kepastian hukum bagi pengusaha pemegang IUP dan IUPK, baik untuk mineral logam maupun mineral bukan logam dan batuan ini penting sebagai jaminan investasi akan kembali dan menarik bagi investor maupun institusi pemberi dana, yaitu jangka waktu pemberian ijin usaha pertambangan (IUP) minimal 20 tahun dan dapat diperpanjang 2x10 tahun atau 40 tahun sekaligus. 

Sementara itu acara FGD sendiri akan di selenggarakan oleh Aktivis Peduli Sumsel yang di komandoi oleh Firdaus Hasbullah dilaksanakan pada bulan desember yang akan datang dan melibatkan stake Holder baik dari pemerintah pusat KPK, Mabes Polri, Kejagung dan Kementrian ESDM dihadirkan sebagai narasumber (daeng)

TAG:
#
Berita Terkait
Rekomendasi
Selengkapnya
Formasi Indonesia Satu
Aliansi Indonesia