Temukan Sejumlah Kejanggalan, Sosialisasi Kenaikan PBB di Kabupaten Sragen Disebut Tidak Transparan
SRAGEN – Lantaran ditemui sejumlah kejanggalan, mulai dari sosialisasi kenaikan PBB yang tidak transparan, terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kabupaten Sragen saat ini dikeluhkan banyak masyarakat. Hal itu dimana beban biaya tambahan yang tidak ada sebelumnya hingga tudingan kolusi pejabat terkait jual beli tanah dalam penetapan nilai jual objek pajak (NJOP).
Alasan yang lain, apabila adanya kenaikan NJOP, batas BPHTB Rp 60 juta tidak kena pajak. Namun dari pemda tidak menaikkan hal tersebut. Seharusnya jika NJOP naik, batas BPHTB, namun tidak dilakukan oleh pemda. Dalam pengamatan melihat kondisi ini sejak 2019 lalu.
Sementara itu, Sekretaris Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Sragen Kristiyanto juga menyampaikan ada sejumlah keluhan terkait PBB Kabupaten Sragen. Lanjutnya, terdapat tiga hal yang perlu dibenahi.
Pertama soal kenaikan PBB yang tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi ke masyarakat. Per kasus kenaikan berbeda. Misalnya PBB salah satu bidang tanah di Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung dengan luasan 2.000 meter PBB pada 2022 senilai Rp 60 ribu. Tahun ini menjadi Rp 120 ribu. Sedangkan di Desa Toyogo, Kecamatan Sambungmacan, luasan 3.000 meter PBB pada 2022 Rp 102 ribu. Lalu tahun ini naik menjadi Rp 170 ribu.
Kemudian yang Kedua, dalam Perda Nomor 10 Tahun 2012 terkait NJOP, saat masyarakat melakukan transaksi jual beli, mengajukan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ke Pemda dengan acuan NJOP di PBB sering ditolak.
Advertisement
”Alasannya dari badan pengelolaan keuangan dan pendapatan daerah (BPKPD) transaksi harga pasar, padahal di perda dan PBB juga jelas. Pendapatan, sama halnya menginjak masyarakat kecil,” terangnya.
Pihaknya juga menyebut ada sejumlah temuan berkaitan dengan pejabat pemda. Ketika seorang pejabat melakukan jual beli, misalnya dengan nilai harga Rp 600 juta lantas dengan seenaknya nilainya mepet dengan NJOP. Lalu yang lebih disesalkan, petugas BPKPD tidak berani untuk melawan.
”Saya tahu nama sosoknya siapa, saya tahu betul. Ketika pejabat yang jual beli tanah, dipepetkan dengan NJOP, artinya tidak ada keadilan,” bebernya.
Dia juga menambahkan, perlakukan pada sesama warga negara tidak setara. Meskipun pihak lain memiliki jabatan di pemerintahan.