Perkebunan Nusantara IV Diduga Kriminalisasi Warga di Serdang Bedagai, Sumut

 
Rabu, 09 Jan 2019  17:30

Kembali rakyat kecil menjadi korban ketika terjadi sengketa tanah dengan perusahaan. Hal itu dialami oleh Alpian Purba selaku ahli waris dan perwakilan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Karya Mandiri di Desa Bah Damar, Kecamatan Dolok Merawan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut.

Saat ini Alpian telah menjadi terdakwa, dan harus menjalani sidang yang pertama pada hari Senin, 7 Januari 2019, namun ditunda.

“Saya sudah datang ke pengadilan (PN Sei Rempah, Kabupaten Serdang Bedagai – Red), namun sidang ditunda. Saya tidak tahu apa alasannya,” kata dia melalui telewicara dengan Media AI.

Alpian, pria 47 tahun itu, merasa ada kejanggalan terkait proses hukum yang menimpa dirinya. Alpian yang menjadi terdakwa berdasarkan laporan PT. Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) merasa aneh, karena PTPN IV dan HGU-nya berkedudukan di Bah Jambi, Kabupaten Simalungun. Sedang tanah yang dia garap berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

“Tanah yang saya garap dulunya masuk Kabupaten Deli Serdang, dan setelah ada pemekaran masuk ke wilayah Kabupaten Simalungun. Jadi gimana ceritanya saya dituduh menduduki tanah PTPN IV? Namun sebagai warga negara yang baik, saya tetap ikuti proses hukum, dengan harapan di persidangan nanti dapat terungkap fakta yang sebenarnya, agar keadilan dan kebenaran benar-benar ditegakkan,” imbuhnya.

Advertisement

Masalah sengketa tanah itu sendiri pernah diberitakan di Media Aliansi Indonesia Edisi ke-13, beritanya sebagai berikut:

PT. Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) kembali berurusan dengan masyarakat. Kali ini PTPN IV dituntut mengembalikan tanah milik masyarakat di Desa Bah Damar, Kecamatan Dolok Merawan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut.

Alpian Purba, selaku ahli waris dan perwakilan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Karya Mandiri menyampaikan kronologis singkat kepada Media AI, sebagai berikut:

“Pada masa itu telah terjadi sewa kontrak lahan antara ke 4 (empat) raja tersebut dengan pihak kolonial Belanda, guna membuat perkebunan nanas. Setelai selesai masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang berakhir, di tahun 1945 setelah kemerdekaan tanah/lahan tersebut dikembalikan pada masyarakat dan ahli waris, pengukuhan atau legalitas tanah/lahan yang ada, pemerintah memberikan bukti untuk menggarap Dalam bentuk Kartu Pendaftaran sebagai Pemakai tanah Perkebunan yang diatur oleh Undang-Undang Darurat No. 8/1954.

Berita Terkait