Ketua Umum LAI Geram Dengan Maraknya Kriminalisasi Kades
Tentang Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (ADD) telah ada seperangkat peraturan-perundang-undangan yang mengatur. Di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau yang lebih populer dengan sebutan UU Desa, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, PP Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, PP Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014, Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa hingga Surat Edaran (SE) Mendagri No. 70/1281 tahun 2016. Bahkan terkait pandemi covid-19 dengan adanya UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) beserta paraturan-peraturan teknis turunannya.
Jika dicermati dengan seksama peraturan-peraturan terkait desa, DD dan ADD semangat yang ditemukan adalah pembinaan dalam penggunaan DD dan ADD. Pengawasan dan pemeriksaan dalam penggunaan DD dan ADD pun lebih menitikberatkan pada pembinaan oleh Pemerintah Daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan inspektorat sebagai pelaksananya.
Namun sangat disayangkan jika kemudian marak terjadi kriminalisasi terhadap kepala desa (kades) terkait DD dan ADD.
"Pada garis besarnya ada tiga tipe atau kelompok kepala desa. Pertama kepala desa yang bagus kinerjanya dan sistem administrasinya juga bagus. Kedua kepala desa yang bagus kinerjanya namun -karena kurangnya pengetahuan baik kepala desanya sendiri maupun perangkat desa lainnya- administrasinya buruk. Ketiga kepala desa yang memang nakal dan korup," kata Ketua Umum Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) H. Djoni Lubis usai menerima pengaduan dugaan kriminalisasi seorang kades di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Tipe yang pertama, menurut H. Djoni Lubis, itu masih sangat jarang.
Advertisement
"Yang banyak itu tipe yang kedua. Yang ketiga mungkin juga cukup banyak, tapi kami mau fokus tentang tipe kepala desa yang kedua," imbuhnya.
Menurutnya dalam waktu sebulan ini sudah dua kades yang mengadu ke LAI karena upaya kriminilasi.
"Mirip, pertama laporan dari masyarakat atau LSM ke Kejari, lalu saat pemeriksaan tidak ditemukan kesalahan yang signikfikan, hanya kekeliruan administrasi, tapi lalu dicari-cari kesalahannya, baik di masalah tersebut maupun masalah yang lain," lanjut H. Djoni Lubis.
Pemeriksaan penggunaan DD dan ADD melalui LPJ itu kewenangan inspektorat di Kabupaten. Jika ditemukan kesalahan, inspektorat akan mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi.