Indogrosir Makassar Di duga Lakukan Tindak Pidana, Membeli Tanah Hasil Kawin Paksa Dua Surat Yang di Rekayasa Para Mafia Tanah

Foto: Foto dokumentasi surat Milik Ahli waris tjoddo
Minggu, 14 Mei 2023  14:08

INDOGROSIR MAKASSAR DI DUGA LAKUKAN TINDAK PIDANA, MEMBELI  TANAH HASIL KAWIN PAKSA DUA SURAT YANG DIREKAYASA PARA MAFIA

Makassar Sulawesi Selatan 14 Mei 2023 Aliansi News--

IBARAT penghulu, itulah Karaeng Ramma: sosok yang paling harus disalahkan atas terampas paksanya tanah milik Tjoddo di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan. Punya nama asli Haji Andi Mattoreang, Karaeng Ramma-lah yang diketahui punya “ide” membuat Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157, dengan “mengawinkan” tanah di Persil 6 D I milik Tjoddo di Kilometer 18 dan Kohir 51 C I milik Sia di Kilometer 17. 

Perkawinan Persil dan Kohir dengan cara rekayasa itu, kemudian melahirkan anak yang layak disebut “di luar nikah”, karena tidak didasarkan pada aturan hukum, yakni Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157, Persil 6 D 1 Kohir 51 C 1, dengan luas tanah 5,75 hektar, yang oleh Karaeng Ramma dicatatkan atas nama ayahnya, Tjonra Karaeng Tola.

Naas bagi Tjoddo dan ahli warisnya. Setelah “anak” berupa Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157, Persil 6 D 1 Kohir 51 C 1, atas nama Tjonra Karaeng Tola, itu lahir, maka pada sekitar tahun 1990-an, Karaeng Ramma pun sengaja membuatkan “rumah” bagi “anak” itu di Kilometer 18. Bahwa lokasi “rumah” adalah milik Tjoddo, bukanlah halangan serius bagi Karaeng Ramma. Reputasinya sebagai tokoh yang pernah amat-sangat ditakuti di Kota Makassar, membuatnya tidak terlalu sulit untuk mengusir paksa keluarga Tjoddo, yang telah menempati tanah di Kilometer 18 itu sejak tahun 1910.

Advertisement

Bahwa Tjoddo dan ahli warisnya bisa sedemikian lama menghuni tanah di Kilometer 18 itu, tentu karena bukti-bukti surat kepemilikannya sangatlah lengkap. Salah satu bukti sangat kuat yang dimiliki Tjoddo, tertulis dalam Surat Keterangan Lurah Pai Tahun 2013, Nomor 593/03/KP/XI/2013, yang dibuat berdasarkan Buku C Tahun 1955, yang tersimpan di Kelurahan Pai.  Surat Keterangan No. 593/03/KP/XI/2013 ini, juga masih ada saksi hidupnya, yakni Mantan Lurah Pai, Jabbar, S.Sos. 

Bapak empat anak dan kakek tujuh cucu, yang bertugas sebagai Lurah Pai pada 2013-2016, inilah yang menanda-tangani surat itu pada tahun 2013. Di surat yang ditanda-tanganinya itu, jelas tertulis pernyataan: Yang bertanda tangan dibawah ini Lurah Pai Kecamatan Biringkanaya, menerangkan bahwa yang terdaftar berdasarkan buku C tahun 1955 yang ada pada kami atas nama Tjoddo Persil 6 D I Kohir 54 CI Blok 157 Lompo Pai.

Seluruh pernyataan yang tertulis di surat itu, menurut Jabbar, sepenuhnya bisa dipertanggung-jawabkan secara hukum. Sebab, ditulis berdasarkan data yang tertulis di Buku C Tahun 1955, yang tersimpan di Kelurahan Pai. “Sesuai data di buku itu, jelas tertulis: Persil 6 D I Kohir 54 C I Blok 157 Lompo Pai adalah milik Tjoddo. Data inilah yang mendasari terbitnya Surat Keterangan yang saya tandatangani tersebut,” tegas Jabbar, kelahiran Makassar, 23 Maret 1958.

Namun, dengan bukti kepemilikan yang sedemikian sahih dari pejabat tertinggi di Kilometer 18 itu, tanah milik Tjoddo hingga kini tak juga bisa direbut kembali oleh ahli warisnya. Padahal, Karaeng Ramma selaku orang pertama yang merampas paksa tanah itu, sudah lama meninggal dunia. Kondisi mengenaskan bagi ahli waris Tjoddo itu bisa terjadi, karena di tanah warisan itu telah didudukkan paksa pula Sertifikat Hak Milik [SHM] 490/1984 Bulurokeng, atas nama Annie Gretha Warow, dari Kilometer 20.

Berita Terkait